Kantor Pos
beberapa minggu yang lalu saya berkunjung ke rumah simbah di Magelang. Beliau minta diantarkan ke Kantor Pos di dekat perbatasan Jogja - Magelang, 300m sebelum gapura tepatnya. tidak terlalu jauh dan tidak terlalu sulit dijangkau karena kantor pos tersebut terletak di pinggir jalan.
sembari menunggu simbah selesai mengurusi urusannya di kantor pos, yang menurut dugaan saya adalah urusan tunjangan pensiun, saya duduk di kursi panjang didepan kantor pos. saya ingat waktu saya kecil, kira-kira umur 4 tahun, saat saya masih tinggal dengan kedua simbah saya di Magelang. saya sebulan sekali dibawa kakung ke kantor pos untuk mengambil jatah pensiun. naik bis. setelah itu kami pergi ke Pasar Muntilan membeli "nafas" kakung, yakni tembakau, kertas rokok, kemenyan, dan bahan-bahan rokok racikan sendiri. kemudian saya kebagian jatah apa saja yang saya inginkan. indah sekali saat itu sepupu-sepupu yang lain belum muncul ke bumi, tidak ada persaingan tentunya.
12tahun kemudian ketika saya kelas 3 SMA, saya mendapat kabar bahwa kakung sakit. kakung tidak pernah mau ke dokter, beliau selalu bilang ia baik-baik saja. ibu langsung ke Magelang saat itu juga, sendirian. esok subuh, saya diberitahu oleh ibu bahwa kakung sudah tiada. beliau meninggal usai menunaikan sholat subuh. kata simbah putri, kakung bangun pukul 03.00 dan sholat tahajud kemudian tidur lagi, beliau bangun lagi saat adzan subuh lalu mengambil wudu dan menyuruh simbah putri membuatkan teh, kemudian beliau sholat. saat simbah kembali ke tempat sholat, kakung sudah ke kamar. sudah tertidur lagi, selamanya.
saya bersama Ayah langsung ke bandara muntuk penerbangan paling pagi ke Jogja. saya harus melihat wajah kakung untuk terakhir kali, menyolatkan beliau, dan untuk mengucapkan terima kasih untuk selalu sayang sama saya. takdir berkata lain, Batavia Air yang menjadi penghubung kepulangan saya mengalami delay. kami seharusnya take off pukul 08.00 tapi delay sampai pukul 15.00. air mata tidak dapat saya bendung, saya sesenggukan di ruang tunggu terminal. saya berkali-kali ditelepon tante saya yang sudah di rumah kakung, kakung tidak mungkin menunggu saya datang. sudah mau ashar dan beliau harus cepat dimakamkan. saya ikhlas dan pasrah. hanya doa yang bisa saya kirimkan padamu, kakung.
kakung orang baik, baik sekali. terbukti begitu saya sampai di Magelang puluhan mobil berjejer diluar rumah kakung. orang-orang yang dulu dibantu kakung dan sekarang telah sukses. saya sungkem sama simbah, saya menangis tapi simbah putri tidak. saya langsung ke makam kakung, tangis saya membanjir disana. saya ingat waktu dulu saya susah tidur, kakung menggendong saya dan melantunkan sholawat. masa kecil saya kebanyakan saya habiskan bersama kakung dan simbah putri.
sekarang sudah hampir lebaran ketiga tanpa kakung, sungkem jadi berkurang satu. dan tangis simbah putri terdengar terisak saat lebaran. mungkin beliau rindu pada sosok laki-laki yang menemani hidupnya selama kurang lebih 60 tahun itu.
kakung orang yang pendiam, tidak banyak bicara. kebanyakan orang yang mendalami filsafat seperti itu, kata ibu. kakung taat sekali beragama. beliau adalah pimpinan cabang NU di Magelang. kakung tidak bisa hidup tanpa rokok racikannya, beliau hanya berhenti merokok saat puasa. dari dugaan ibu, kakung mengidap paru-paru, entah itu ketidakseimbangan seistem, atau kotor karena merokok. kami tidak pernah tau, kakung tidak pernah mau ke dokter.
sembari menunggu simbah selesai mengurusi urusannya di kantor pos, yang menurut dugaan saya adalah urusan tunjangan pensiun, saya duduk di kursi panjang didepan kantor pos. saya ingat waktu saya kecil, kira-kira umur 4 tahun, saat saya masih tinggal dengan kedua simbah saya di Magelang. saya sebulan sekali dibawa kakung ke kantor pos untuk mengambil jatah pensiun. naik bis. setelah itu kami pergi ke Pasar Muntilan membeli "nafas" kakung, yakni tembakau, kertas rokok, kemenyan, dan bahan-bahan rokok racikan sendiri. kemudian saya kebagian jatah apa saja yang saya inginkan. indah sekali saat itu sepupu-sepupu yang lain belum muncul ke bumi, tidak ada persaingan tentunya.
12tahun kemudian ketika saya kelas 3 SMA, saya mendapat kabar bahwa kakung sakit. kakung tidak pernah mau ke dokter, beliau selalu bilang ia baik-baik saja. ibu langsung ke Magelang saat itu juga, sendirian. esok subuh, saya diberitahu oleh ibu bahwa kakung sudah tiada. beliau meninggal usai menunaikan sholat subuh. kata simbah putri, kakung bangun pukul 03.00 dan sholat tahajud kemudian tidur lagi, beliau bangun lagi saat adzan subuh lalu mengambil wudu dan menyuruh simbah putri membuatkan teh, kemudian beliau sholat. saat simbah kembali ke tempat sholat, kakung sudah ke kamar. sudah tertidur lagi, selamanya.
saya bersama Ayah langsung ke bandara muntuk penerbangan paling pagi ke Jogja. saya harus melihat wajah kakung untuk terakhir kali, menyolatkan beliau, dan untuk mengucapkan terima kasih untuk selalu sayang sama saya. takdir berkata lain, Batavia Air yang menjadi penghubung kepulangan saya mengalami delay. kami seharusnya take off pukul 08.00 tapi delay sampai pukul 15.00. air mata tidak dapat saya bendung, saya sesenggukan di ruang tunggu terminal. saya berkali-kali ditelepon tante saya yang sudah di rumah kakung, kakung tidak mungkin menunggu saya datang. sudah mau ashar dan beliau harus cepat dimakamkan. saya ikhlas dan pasrah. hanya doa yang bisa saya kirimkan padamu, kakung.
kakung orang baik, baik sekali. terbukti begitu saya sampai di Magelang puluhan mobil berjejer diluar rumah kakung. orang-orang yang dulu dibantu kakung dan sekarang telah sukses. saya sungkem sama simbah, saya menangis tapi simbah putri tidak. saya langsung ke makam kakung, tangis saya membanjir disana. saya ingat waktu dulu saya susah tidur, kakung menggendong saya dan melantunkan sholawat. masa kecil saya kebanyakan saya habiskan bersama kakung dan simbah putri.
sekarang sudah hampir lebaran ketiga tanpa kakung, sungkem jadi berkurang satu. dan tangis simbah putri terdengar terisak saat lebaran. mungkin beliau rindu pada sosok laki-laki yang menemani hidupnya selama kurang lebih 60 tahun itu.
kakung orang yang pendiam, tidak banyak bicara. kebanyakan orang yang mendalami filsafat seperti itu, kata ibu. kakung taat sekali beragama. beliau adalah pimpinan cabang NU di Magelang. kakung tidak bisa hidup tanpa rokok racikannya, beliau hanya berhenti merokok saat puasa. dari dugaan ibu, kakung mengidap paru-paru, entah itu ketidakseimbangan seistem, atau kotor karena merokok. kami tidak pernah tau, kakung tidak pernah mau ke dokter.
kakung, selesai sudah masa 79 tahunmu di bumi ini.
masa baktimu pada orang-orang yang kau sayangi akan selalu membekas pada hati kami
kakung adalah sosok yang tidak pernah tergantikan.
terima kasih sudah menyayangi wanda sedari kecil, sampai kakung tiada.
kakung sudah bertemu Allah sekarang,
kakung yang baik, awasi wanda terus ya.
wanda yakin kakung masuk surga.
Amin.
Comments